"A lot of people think international relations is like a game of chess. But it's not a game of chess, where people sit quietly, thinking out their strategy, taking their time between moves. It's more like a game of billiards, with a bunch of balls clustered together."
Madeleine Albright
Security is the foundation on which peace and prosperity is built. Without it, no nation can plan and build its future. Defense is commitment to the future.

Tuesday, June 21, 2016

Orde Baru dan Budaya Anti Intelektual

Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi tulisan Coen Husain Pontoh berjudul Buta Huruf Marxisme yang dimuat di IndoPROGRESS pada 6 Juni 2016. Di tulisan tersebut, Pontoh mengritik kalangan demokrat yang dipandangnya tidak dapat membedakan antara Marxisme sebagai teori sosial dan Komunisme sebagai eksperimentasi sejarah yang dipraktikkan oleh Uni Soviet dan negara-negara komunis lainnya atau dikenal juga sebagai Marxisme-Leninisme. Lebih jelasnya, Pontoh menulis,

Friday, May 27, 2016

Merayakan Sakura Mekar di Kuburan? Siapa Takut!



Di Indonesia, taman makam merupakan tempat yang paling dihindari untuk dikunjungi karena dianggap sebagai tempat yang menyeramkan dan penuh mistis. Sebaliknya, di Denmark memanfaatkan taman makam untuk aktivitas kesenangan, seperti berjemur matahari, mengasuh bayi, dan piknik,  merupakan hal yang biasa.

Wednesday, January 27, 2016

Membangun Konsorsium Perpustakaan HI

Salah satu persoalan yang dihadapi mahasiswa HI di Indonesia adalah minimnya sumber literatur yang dapat digunakan untuk menunjang perkuliahan. Mengharapkan buku-buku dan jurnal-jurnal dari perpustakaan kampus tidaklah mencukupi karena, pada umumnya, sebagian dari buku dan jurnal yang ada telah usang. Hal ini terutama disebabkan oleh kendala finansial yang dihadapi oleh kampus untuk selalu menyediakan buku-buku ataupun jurnal-jurnal baru yang bermutu.

Friday, September 11, 2015

Between fear and hope on Japan’s new defence policy

Authors: Wendy Prajuli & Nur Alia Pariwita

The Japanese lower house has approved bills to revise Japan’s security architecture, bringing longstanding debates about Prime Minister Shinzo Abe’s proposal on collective self-defence to a head.

The security legislation has met widespread opposition within Japan. In June 2014, for example, a man self-immolated in Tokyo to protest Japan’s proposed collective self-defence policy. But, despite such strong opposition from members of the Japanese public, Abe has obtained the support of the lower house. He now only needs approval from the upper house to pass the bills into law.

Wednesday, July 01, 2015

Kecelakaan Hercules C-130 dan Masalah Perawatan Alutsista

Selasa kemarin, 30 Juni 2015, Indonesia dikejutkan oleh jatuhnya sebuah pesawat angkut personel berjenis Hercules C-130 di tengah kota Medan. Kecelakaan ini menelan korban lebih dari 100 orang, baik sipil dan militer. Banyak orang, kemudian, mengaitkan ini dengan kondisi pesawat tersebut yang telah berumur tua. Menurut berita, Hercules yang jatuh ini merupakan produksi tahun 60an. Artinya, saat mengalami kecelakaan, pesawat tersebut telah berumur separuh abad. Lalu, solusi yang digulirkan adalah Indonesia harus menghentikan pembelian atau menerima hibah mesin-mesin perang tua atau bekas. Saya SETUJU (bahkan sangat setuju) jika Indonesia memilih membeli mesin-mesin perang baru daripada membeli atau menerima hibah mesin-mesin perang tua.

Namun, menempatkan 'kondisi sudah tua' sebagai penyebab kecelakaan sebuah mesin perang bukan hal yang sepenuhnya tepat juga. Karena kelaikan sebuah mesin perang ditentukan oleh perawatannya. Jika perawatannya baik, mesin perang tua pun bisa berfungsi dengan baik. Sebaliknya, jika perawatannya buruk, mesin perang baru pun akan cepat rusak.

Monday, October 06, 2014

Tiongkok dan Konstruksi Kepemilikannya atas Laut Tiongkok Selatan

Laut Tiongkok Selatan merupakan sebuah kawasan perairan yang berbatasan langsung dengan beberapa negara Asia. Di utara perairan ini berbatasan dengan Tiongkok dan Taiwan. Sementara di selatan berbatasan dengan Indonesia, Malaysia (Serawak), dan Brunei. Di Barat berbatasan dengan Vietnam dan di Timur berbatasan dengan Filipina. Kawasan ini merupakan wilayah perairan terpanas di Asia-Pasifik karena melibatkan 6 negara Asia: Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Di antara 6 negara tersebut Tiongkok merupakan negara yang paling aktif membangun konstruksi sosial atas klaim kepemilikan di Laut Tiongkok Selatan.

Tuesday, September 09, 2014

Memahami Poros Maritim Dunia

Poros maritim dunia merupakan doktrin politik luar negeri yang ditawarkan oleh Jokowi sebagai alternatif atas doktrin politik luar negeri a million friends, zero enemy milik Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada masa-masa kampanye pemilihan presiden doktrin poros maritim dunia ini kurang terelaborasi dengan baik walaupun setelah diumumkan ke publik langsung mengundang perdebatan, terutama di kalangan pemerhati hubungan internasional.

Definisi dan penjelasan yang lebih lengkap tentang doktrin ini baru muncul setelah pemilihan presiden selesai, khususnya melalui 2 artikel yang ditulis masing-masing oleh Muradi (pengajar di Universitas Padjadjaran, Bandung) dan Rizal Sukma (direktur eksekutif CSIS, Jakarta).


Thursday, August 07, 2014

Mengapa Tiongkok Makin Berani dan Agresif di Dunia Internasional?

Salah satu yang menarik dalam melihat perkembangan Tiongkok adalah sikapnya yang makin berani dan agresif di berbagai forum internasional. Keberanian dan agresivitas ini tampak jelas, sebagai contoh, di konflik Laut Tiongkok Selatan (LTS) dan pertemuan terakhir Shangri-La Dialogue bulan Mei lalu di Singapura.

Keberanian dan agresivitas Tiongkok ini mengundang pertanyaan dari banyak orang. Pertanyaan terbanyak adalah mengapa Tiongkok makin berani dan agresif di dunia internasional.  Untuk menjawab pertanyaan tersebut paling tidak ada 3 faktor yg dapat dikemukakan.


Saturday, March 29, 2014

Budaya Tionghoa dan Posisi Taiwan dalam Masyarakat Indonesia

Dari tahun ke tahun kita melihat perkembangan yang makin positif atas pluralisme di Indonesia. Salah satunya adalah penerimaan masyarakat yang makin kuat terhadap simbol-simbol kebudayaan Tionghoa. Penerimaan hangat itu terlihat antara lain pada saat  perayaan Tahun Baru Imlek, seperti yang baru saja berlalu.

Pada periode perayaan di atas biasanya pusat-pusat perbelanjaan, restoran, ataupun tempat-tempat publik lainnya, dihiasi dengan ucapan selamat Tahun Baru Imlek.  Simbol-simbol yang identik dengan kebudayaan Tionghoa pun bertebaran. Ucapan dan berbagai hiasan yang menyimbolkan ketionghoaan itu tidak hanya hadir di ruang-ruang tertutup (indoor), melainkan juga di ruang publik, seperti di pinggir jalan raya berupa spanduk-spanduk.

Perkembangan positif ini tentu saja membuat Tiongkok sebagai negara makin diterima oleh masyarakat Indonesia. Namun apakah penerimaan yang sama juga berlaku bagi Taiwan, sebuah wilayah yang sejak tahun 1949 dipimpin oleh para pemimpin Partai Nasionalis Tiongkok (guomindang)? Apakah perkembangan positif di atas membuat Taiwan makin dikenal oleh masyarakat Indonesia? Hal inilah yang akan dibahas dalam tulisan singkat ini.

Thursday, November 21, 2013

Pengelolaan Krisis dalam Perselisihan Indonesia dan Australia

Ketika 2 negara berselisih kemampuan pengelolaan krisis menjadi kunci yang akan menentukan apakah perselisihan tersebut akan berakhir pada peperangan atau perdamaian. “Hukum alam” ini juga berlaku pada perselisihan antara Indonesia dan Australia saat ini. Jika kedua belah pihak gagal dalam mengelola krisis yang sedang berlangsung, hal terburuk yang akan terjadi adalah krisis ini bertranformasi menjadi perang.

Tulisan singkat ini berusaha untuk melihat bagaimana kedua belah pihak mengelola krisis yang sedang berlangsung. Ada 2 catatan yang perlu diberikan sebelum pembahasan tersebut dilakukan. Pertama, fokus dari tulisan ini adalah pada kebijakan pemerintah dan perilaku yang dilakukan elit politik dalam merespon perselisihan tersebut. Pemerintah dalam hal ini merupakan lembaga eksekutif maupun legislatif.

Monday, November 18, 2013

Skandal Penyadapan dan Keuntungan Bagi Tiongkok

Terbongkarnya aktivitas penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia terhadap sejumlah negara di Asia (Kamboja, Thailand, Indonesia, Myanmar, Malaysia, dan Tiongkok) telah membuat hubungan AS dan Australia terhadap negara-negara tersebut memburuk.  Indonesia, Malaysia dan Tiongkok bereaksi dengan memanggil duta besar AS dan Australia untuk memberikan penjelasan atas aksi penyadapan tersebut. Indonesia bahkan bersikap keras terhadap Australia.

Sunday, October 20, 2013

Cina, China atau Tiongkok?

Tulisan ini terinspirasi oleh berita ini dan artikel di blog ini, dimana keduanya mempermasalahkan bagaimana kita, orang Indonesia, harus menyebut Kerajaan Tengah (中国 atau Middle Kingdom) di Utara sana. Persoalan penyebutan ini bermula dari keberatan yang disampaikan oleh Kerajaan Tengah tersebut atas penggunaan kata ‘Cina’ dalam penyebutan nama negara tersebut. Bagi mereka istilah Cina dipandang rasis karena berkait dengan sikap diskriminatif atas etnis Cina atau Tionghoa di Indonesia.

Friday, October 18, 2013

Minimnya Inovasi sebagai Kendala Modernisasi Senjata TNI

Si vis pacem para bellum merupakan “doktrin” penting di dalam hubungan antar negara di sistem internasional. “doktrin” ini menyatakan bahwa untuk menciptakan perdamaian (atau keamanan) setiap Negara harus mempersiapkan kekuatan militer setangguh mungkin. Penguasaan senjata terbaik merupakan syarat utama pembangunan kekuatan militer tersebut.

Sebagai sebuah negara, Indonesia tentunya juga harus mengikuti “doktrin” tersebut. Dengan kata lain, untuk menciptakan perdamaian di kawasan dan mengamankan wilayah yurisdiksi Indonesia dari berbagai ancaman Indonesia harus membangun kekuatan militer yang tangguh. Modernisasi persenjataan TNI harus dilakukan secara berkesinambungan. Sayangnya, modernisasi ini tidak bisa berjalan maksimal. Modernisasi persenjataan berjalan tersendat-sendat. Kendala keuangan merupakan alasan yang digunakan pemerintah untuk menjelaskan tersendatnya modernisasi persenjataan Indonesia.

Thursday, August 01, 2013

Paradoks Aktor Non Negara di Hubungan Internasional

Sejak berakhirnya perang dingin, para pemikir hubungan internasional sepakat jika peran aktor-aktor non negara semakin meningkat di dalam dinamika hubungan internasional .  Perkembangan ini di satu sisi menguntungkan karena meningkatkan posisi tawar aktor non negara ketika berhadapan dengan negara.

Namun di sisi lain, sebaliknya. Peran dan power aktor non negara yang menguat ternyata bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi menguntungkan, sementara di sisi lain membahayakan negara dan aktor non negara itu sendiri. Jaringan teroris global yang ada sekarang ini merupakan contoh yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena ini.

Sunday, July 21, 2013

Perjanjian Perdagangan Senjata: Dilema Indonesia


Pada April 2013 yang lalu, Sidang Umum PBB akhirnya menyetujui naskah Perjanjian Perdagangan Senjata (ATT). Namun persetujuan tersebut tidak diperoleh secara bulat karena hanya 154 yang memberikan dukungan. Iran, Korea Utara dan Suriah menolak naskah tersebut. Sementara, 23 negara lainnya menyatakan abstain. Negara-negara tersebut adalah Angola, Bahrain, Belarus, Bolivia, China, Kuba, Ekuador, Mesir, Fiji, India, Indonesia, Kuwait, Laos, Myanmar, Nikaragua, Oman, Qatar, Russia, Saudi Arabia, Sri Lanka, Sudan, Swaziland, dan Yaman. 

Sebagaimana telah disebut di atas, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengambil posisi abstain di sidang umum tersebut. Alasan yang dikemukakan oleh pemerintah atas posisi tersebut adalah Indonesia tidak menginginkan adanya kondisionalitas politik yang membatasi perdagangan senjata sehingga dapat merugikan kepentingan Indonesia.

Thursday, April 11, 2013

Beberapa Pertanyaan atas Melambatnya Perekonomian Cina

Pada saat membuka Forum Boao beberapa hari yang lalu Presiden Cina, Xi Jinping, menyatakan bahwa era pertumbuhan ekonomi Cina yang sangat tinggi telah berlalu, walaupun masih berada di level yang tinggi. Ada dua alasan yang dikemukakan Xi terkait dengan perlambatan ekonomi tersebut.

Tuesday, February 19, 2013

Implikasi Regional Peningkatan Hubungan Rusia dan Cina


Dua hari yang lalu Global Times menurunkan berita tentang rencana Xi Jinping untuk mengunjungi Rusia dan Afrika Selatan sebagai kunjungan perdanya sebagai Presiden Cina pasca pelantikan di bulan Maret nanti. Rencana ini mengundang pertanyaan mengapa bukan Amerika Serikat sebagai tujuan lawatan pertama Xi. Apalagi mengingat hubungan Cina dan Amerika Serikat yang makin kompetitif di Asia-Pasifik.